IBADAH YANG BENAR MENURUT KITAB PENGKHOTBAH 4:17-5:6
BAB I
LATAR BELAKANG KITAB PENGKHOTBAH
Kitab Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang cukup sulit dipahami. hal ini karena jika kita membaca kitab Prngkhotbah sepintas lalu maka orang akan cenderung beranggapan bahwa kitab ini bersifat skeptis dan menggambarkan kesia-siaan serta keputusasaan. Namun bagi orang yang membaca kitab ini dengan penuh perhatian, maka akan ditemukan bahwa kitab ini sesungguhnya sangat kaya tentang aspek-aspek kehidupan manusia.
Judul kitab ini berasal dari bahasa Ibrani להת וֹקּ (qoheleth) yang berasala dari kata הלקּ (qahal) yang berarti ‘kumpulan, perhimpunan’. Dalam LXX kitab ini adalah εκκλησιαστής dari kata εκκλησία yang berarti sama yaitu orang yang berkhotbah dalam perkumpulan. Tradisi Yahudi mengakui bahwa penulis kitab ini adalah Salomo pada masa tuanya (931 BC). Namun demikian ada juga beberapa ahli penganut literer criticism yang mengatakan bahwa Salomo bukan penulis kitab ini karena mengacu pada beberapa kosa kata yang telah bercampur dengan bahasa Aram dimana bahasa ini hanya ditemukan sesudah pembuangan Babel (400-200 BC).
Untuk itu maka penulis menyimpulkan bahwa penulis kitab ini adalah Salomo namun telah melalui proses penyalinan kembali maupun editing sehingga bias menjadi seperti bentuknya yang sekarang. Yang pasti, kitab Pengkhotbah ini sangat kaya dengan filosofi kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek ibadah yang benar seperti yang kelompok kami bahas dalam presentasi ini.
BAB II
IBADAH YANG BENAR
Dalam Pengkhotbah 4:17-5:6 ini Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul perikop “Takutlah akan Allah” namun judul perikop ini kami anggap terlalu luas sehingga kelompok kami mengambil tema yang lebih khusus tentang “ibadah yang benar”.
4:17 – Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik daripada mempersembahkana korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
Dalam ayat ini, Pengkhotbah menyerukan kepada umat tentang bagaimana menghampiri Allah atau bagaimana seharusnya orang datang beribadah dalam rumah-Nya. Menghampiri untuk mendengar berarti datang dengan suatu keingintahuan, ingin mengerti dan memahami serta Mengenal Allah. Bukan hanya terpusat pada korban persembahan yang sudah menjadi rutinitas sebab hal demikian dipandang jahat oleh Allah.
Hal ini sering terjadi dalam kehidupan ibadah orang percaya dimana ada orang-orang yang terlalu terpusat pada gaya, penampilan, kolekte bahkan cara penyembahan tanpa kerinduan untuk mengerti dan memahami firman Allah dengan benar.
5:1 – Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.
Melalui ayat ini, Pengkhotbah kembali memperingatkan agar umat yang hendak dating beribadah kepada Allah senantiasa memperhatikan perkataannya. Orang Yahudi biasa mengucapkan nazar sewaktu beribadah dan menyembah Tuhan. Perkataan yang dimaksud di sini bukan hanya perkataan mulut saja melainkan perkataan dalam hati juga. Hal ini dikarenakan Allah Maha Kuasa dan sanggup mengetahui apa yang kita katakan sekalipun dalam hati. hal ini pula yang di katakan Yesus dalam Matius 12:36,37.
5:2 – Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.
Ayat ini merupakan contoh praktis tentang makin banyak bicara, makin banyak kemungkinan untuk salah. Mimpi yang yang dimaksud Pengkhotbah bukanlah mimpi sebagaimana Allah berbicara pada hambaNya (1 Raj. 3:5; Ayub 33:15) melainkan mimpi sebagai bunga tidur. Penelitian medis membuktikan bahwa sebelum mati, otak manusia tidak pernah berhenti beraktifitas sekalipun dalam keadaan tidur.Dan mimpi merupakan refleksi otak terhadap aktifitas pemiliknya sadar maupun tidak sadar.
5:3-4 – Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik engkau tidak bernazar daripada bernazar tetapi tidak menepatinya.
Inilah Alasan utama kenapa manusia umat yang hendak beribadah kepada Allah harus berpikir matang-matang sebelum dating beribadah dan mengucapkan nazar kepada Allah. Pengkhotbah mengingatkan bahwa Allah tidak senang kepada pembohong. Jika umat Allah telah bernazar, maka haruslah segera melakukana nazarnya tersebut. Ayat ini parallel dengan Mazmur 66:13-15 tentang sikap umat yang hendak beribadah dan mempersembahkan korban kepada Allah.
Banyak orang percaya saat ini yang terjebak dalam nazar yang tidak dipikirkan sebelumnya. Nazar atau janji kepada Tuhan bukan hanya ketika kita berdoa melainkan dalam setiap perkataan liturgical kita termasuk nyayian. Banyak lagu-lagu yang mengandung nazar maupun pernyataan yang sebenarnya belum bisa dan bahkan tidak bisa kita lakukan namun dengan gampangnya kita mengucapkannya.
5:5 – Janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan merusakkan pekerjaan tanganmu?
Ayat ini menggambarkan tentang bagaimana orang Israel datang beribadah di bait suci dan bernazar di hadapan imam dan saat dia kembali ternyata dia belum melakukan nazarnya tesebut kemudian berkata kepada imam bahwa dia khilaf. Pengkhotbah mengatakan bahwa Allah tegas dalam hal ini. makanya sejak awal telah diingatkan untuk berhati-hati dengan perkataan. Lebih baik tidak bernazar daripada bernazar tapi tidak menepati. Menepati perkataan juga disebut integritas. Setiap orang percaya dituntut memiliki integritas – kesatuan antara perkataan dan tindakan.
5:6 – Karena sebagaimana mimpi banyak, demikian juga perkataan sia-sia banyak. Tetapi takutlah akan Allah.
Ayat ini merupakan penegasan dari ayat 2 namun memiliki tambahan yang merupakan inti dari ibadah yang benar yaitu harus disertai dengan takut akan Allah. Takut akan Allah bukan berarti bersembunyi dan takut bertemu dengan Tuhan sperti yang dilakukan Adam dan Hawa ketika berdosa. Takut akan Allah berarti menghormati dan taat pada-Nya, dan ini merupakan bagian dari kasih kita pada Allah.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam ibadah yang benar, umat Tuhan tidak hanya dituntut untuk memuji dan memuliakan Allah lewat persembahan, penyembahan bahkan pernyataan-pernyataan imana yang muluk-muluk namun Allah menuntut integritas kita. Allah menghendaki ibadak kita didasarkan akan rasa takut akan Allah.Takut akan Allah berarti memiliki rasa hormat panda-Nya, mengasihi dia dengan segenap hati dan mentaati firman-Nya.
Sebagai orang percaya, bukana lagi merupakan kewajiban kita untuk datang beribadah pada Allah. tapi lebih dari itu, datang kepada Allah merupakan hak kita karena itulah tujuan-Nya menciptakan kita, yaitu untuk hidup bersekutu dengan Dia dalam kasih kekal.
Daftar Pustaka:
_______. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 2006.
_______. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II. Jakarta: YKBK/OMF. 2007.
Aritonang, M. P. Pengetahuan dan Pembimbing Perjanjian Lama. tp. 2007.
Dwi Agus Priono, Tafsir Pengkhotbah, http://dwiaguspriono.blogspot.com
Wikipedia Indonesia. http://id.wikipedia.org/kitab_pengkhotbah.
Matthew Henry’s Commentary. Eccleciastes 5. http:www.christnotes.org/commentary.php.
LATAR BELAKANG KITAB PENGKHOTBAH
Kitab Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang cukup sulit dipahami. hal ini karena jika kita membaca kitab Prngkhotbah sepintas lalu maka orang akan cenderung beranggapan bahwa kitab ini bersifat skeptis dan menggambarkan kesia-siaan serta keputusasaan. Namun bagi orang yang membaca kitab ini dengan penuh perhatian, maka akan ditemukan bahwa kitab ini sesungguhnya sangat kaya tentang aspek-aspek kehidupan manusia.
Judul kitab ini berasal dari bahasa Ibrani להת וֹקּ (qoheleth) yang berasala dari kata הלקּ (qahal) yang berarti ‘kumpulan, perhimpunan’. Dalam LXX kitab ini adalah εκκλησιαστής dari kata εκκλησία yang berarti sama yaitu orang yang berkhotbah dalam perkumpulan. Tradisi Yahudi mengakui bahwa penulis kitab ini adalah Salomo pada masa tuanya (931 BC). Namun demikian ada juga beberapa ahli penganut literer criticism yang mengatakan bahwa Salomo bukan penulis kitab ini karena mengacu pada beberapa kosa kata yang telah bercampur dengan bahasa Aram dimana bahasa ini hanya ditemukan sesudah pembuangan Babel (400-200 BC).
Untuk itu maka penulis menyimpulkan bahwa penulis kitab ini adalah Salomo namun telah melalui proses penyalinan kembali maupun editing sehingga bias menjadi seperti bentuknya yang sekarang. Yang pasti, kitab Pengkhotbah ini sangat kaya dengan filosofi kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Salah satunya adalah aspek ibadah yang benar seperti yang kelompok kami bahas dalam presentasi ini.
BAB II
IBADAH YANG BENAR
Dalam Pengkhotbah 4:17-5:6 ini Lembaga Alkitab Indonesia memberi judul perikop “Takutlah akan Allah” namun judul perikop ini kami anggap terlalu luas sehingga kelompok kami mengambil tema yang lebih khusus tentang “ibadah yang benar”.
4:17 – Jagalah langkahmu, kalau engkau berjalan ke rumah Allah! Menghampiri untuk mendengar adalah lebih baik daripada mempersembahkana korban yang dilakukan oleh orang-orang bodoh, karena mereka tidak tahu, bahwa mereka berbuat jahat.
Dalam ayat ini, Pengkhotbah menyerukan kepada umat tentang bagaimana menghampiri Allah atau bagaimana seharusnya orang datang beribadah dalam rumah-Nya. Menghampiri untuk mendengar berarti datang dengan suatu keingintahuan, ingin mengerti dan memahami serta Mengenal Allah. Bukan hanya terpusat pada korban persembahan yang sudah menjadi rutinitas sebab hal demikian dipandang jahat oleh Allah.
Hal ini sering terjadi dalam kehidupan ibadah orang percaya dimana ada orang-orang yang terlalu terpusat pada gaya, penampilan, kolekte bahkan cara penyembahan tanpa kerinduan untuk mengerti dan memahami firman Allah dengan benar.
5:1 – Janganlah terburu-buru dengan mulutmu, dan janganlah hatimu lekas-lekas mengeluarkan perkataan di hadapan Allah, karena Allah ada di sorga dan engkau di bumi; oleh sebab itu, biarlah perkataanmu sedikit.
Melalui ayat ini, Pengkhotbah kembali memperingatkan agar umat yang hendak dating beribadah kepada Allah senantiasa memperhatikan perkataannya. Orang Yahudi biasa mengucapkan nazar sewaktu beribadah dan menyembah Tuhan. Perkataan yang dimaksud di sini bukan hanya perkataan mulut saja melainkan perkataan dalam hati juga. Hal ini dikarenakan Allah Maha Kuasa dan sanggup mengetahui apa yang kita katakan sekalipun dalam hati. hal ini pula yang di katakan Yesus dalam Matius 12:36,37.
5:2 – Karena sebagaimana mimpi disebabkan oleh banyak kesibukan, demikian pula percakapan bodoh disebabkan oleh banyak perkataan.
Ayat ini merupakan contoh praktis tentang makin banyak bicara, makin banyak kemungkinan untuk salah. Mimpi yang yang dimaksud Pengkhotbah bukanlah mimpi sebagaimana Allah berbicara pada hambaNya (1 Raj. 3:5; Ayub 33:15) melainkan mimpi sebagai bunga tidur. Penelitian medis membuktikan bahwa sebelum mati, otak manusia tidak pernah berhenti beraktifitas sekalipun dalam keadaan tidur.Dan mimpi merupakan refleksi otak terhadap aktifitas pemiliknya sadar maupun tidak sadar.
5:3-4 – Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik engkau tidak bernazar daripada bernazar tetapi tidak menepatinya.
Inilah Alasan utama kenapa manusia umat yang hendak beribadah kepada Allah harus berpikir matang-matang sebelum dating beribadah dan mengucapkan nazar kepada Allah. Pengkhotbah mengingatkan bahwa Allah tidak senang kepada pembohong. Jika umat Allah telah bernazar, maka haruslah segera melakukana nazarnya tersebut. Ayat ini parallel dengan Mazmur 66:13-15 tentang sikap umat yang hendak beribadah dan mempersembahkan korban kepada Allah.
Banyak orang percaya saat ini yang terjebak dalam nazar yang tidak dipikirkan sebelumnya. Nazar atau janji kepada Tuhan bukan hanya ketika kita berdoa melainkan dalam setiap perkataan liturgical kita termasuk nyayian. Banyak lagu-lagu yang mengandung nazar maupun pernyataan yang sebenarnya belum bisa dan bahkan tidak bisa kita lakukan namun dengan gampangnya kita mengucapkannya.
5:5 – Janganlah mulutmu membawa engkau ke dalam dosa, dan janganlah berkata di hadapan utusan Allah bahwa engkau khilaf. Apakah perlu Allah menjadi murka atas ucapan-ucapanmu dan merusakkan pekerjaan tanganmu?
Ayat ini menggambarkan tentang bagaimana orang Israel datang beribadah di bait suci dan bernazar di hadapan imam dan saat dia kembali ternyata dia belum melakukan nazarnya tesebut kemudian berkata kepada imam bahwa dia khilaf. Pengkhotbah mengatakan bahwa Allah tegas dalam hal ini. makanya sejak awal telah diingatkan untuk berhati-hati dengan perkataan. Lebih baik tidak bernazar daripada bernazar tapi tidak menepati. Menepati perkataan juga disebut integritas. Setiap orang percaya dituntut memiliki integritas – kesatuan antara perkataan dan tindakan.
5:6 – Karena sebagaimana mimpi banyak, demikian juga perkataan sia-sia banyak. Tetapi takutlah akan Allah.
Ayat ini merupakan penegasan dari ayat 2 namun memiliki tambahan yang merupakan inti dari ibadah yang benar yaitu harus disertai dengan takut akan Allah. Takut akan Allah bukan berarti bersembunyi dan takut bertemu dengan Tuhan sperti yang dilakukan Adam dan Hawa ketika berdosa. Takut akan Allah berarti menghormati dan taat pada-Nya, dan ini merupakan bagian dari kasih kita pada Allah.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam ibadah yang benar, umat Tuhan tidak hanya dituntut untuk memuji dan memuliakan Allah lewat persembahan, penyembahan bahkan pernyataan-pernyataan imana yang muluk-muluk namun Allah menuntut integritas kita. Allah menghendaki ibadak kita didasarkan akan rasa takut akan Allah.Takut akan Allah berarti memiliki rasa hormat panda-Nya, mengasihi dia dengan segenap hati dan mentaati firman-Nya.
Sebagai orang percaya, bukana lagi merupakan kewajiban kita untuk datang beribadah pada Allah. tapi lebih dari itu, datang kepada Allah merupakan hak kita karena itulah tujuan-Nya menciptakan kita, yaitu untuk hidup bersekutu dengan Dia dalam kasih kekal.
Daftar Pustaka:
_______. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. 2006.
_______. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II. Jakarta: YKBK/OMF. 2007.
Aritonang, M. P. Pengetahuan dan Pembimbing Perjanjian Lama. tp. 2007.
Dwi Agus Priono, Tafsir Pengkhotbah, http://dwiaguspriono.blogspot.com
Wikipedia Indonesia. http://id.wikipedia.org/kitab_pengkhotbah.
Matthew Henry’s Commentary. Eccleciastes 5. http:www.christnotes.org/commentary.php.
Comments
Post a Comment